Selain tergabung dalam tim sukses Joko Widodo – Ma’ruf Amin di Jawa Barat, Mbah Yadi mengaku berteman baik dengan Abdul Wahib Maktub, staf khusus Menteri Ristekdikti Mohamad Nasir, dan Ketua Kopertis IV (Jawa Barat dan Banten) Uman Suherman.
“Kalau dengan Pak Abdul Wahib Maktub, kami satu pengajian di Nusantara Mengaji dengan Cak Imin (Muhaimin Iskandar),” katanya dikutip dari Tirto.
Cak Imin adalah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, partai pendukung Jokowi-Ma’ruf dalam Pemilihan Presiden 2019. Sementara Maktub adalah politikus dari PKB dan Menteri Nasir sendiri adalah orang PKB. Bisa dibilang, relasi politik Mbah Yadi terhubung dengan orang-orang PKB.
Kedatangan Mbah Yadi hari itu semacam mengantar para pejabat STIE ISM yang dipanggil oleh pihak Kemenristekdikti. Ini terkait hasil monitoring dan evaluasi (monev) kinerja akademik STIE ISM dan STMIK Triguna Utama. Kedua kampus ini akan dilebur bersama STKIP Sera, STT Pelita Bangsa, dan STIE Pelita Bangsa menjadi Universitas Pelita Bangsa (alamat utamanya di Cikarang Pusat, Bekasi).
Kelima kampus itu dimiliki oleh Mardiyana dan istrinya, Koes Indrati Prasetyorini. Suami-istri ini pemain lama dalam jaringan mendirikan kampus-kampus fiktif dan menerbitkan ijazah bodong sejak 2000 yang kasusnya pernah mencuat pada 2015.
Dari monev itu, Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) menemukan ada 728 ijazah yang dikeluarkan tanpa dasar di STMIK Triguna Utama. Tahun 2017, kampus itu meluluskan 145 mahasiswa tapi merilis 873 lembar ijazah.
Selain itu, jumlah skripsi tak sebanding lulusan mahasiswanya. Sejak 2014 sampai Maret 2018, ada 2.033 mahasiswa yang diluluskan STMK Triguna Utama, tapi hanya 38 skripsi yang dibuat di kampus tersebut.
Temuan itu bukan kali pertama.
Pada 2015, Tim EKA pernah melakukan sidak ke STIE ISM, STMIK Triguna Utama, dan STKIP Sera; semuanya menggelar perkuliahan di sebuah ruko di Cikokol, Tangerang. Hasilnya, tim yang dibentuk oleh Kementerian itu menemukan praktik jual beli ijazah abal-abal.
Tim EKA misalnya mendapati mahasiswa STKIP Sera cukup membayar Rp5 juta untuk mendapatkan ijazah bodong. Temuan ini membuat Kementerian menonaktifkan ketiga kampus itu; kasusnya berbarengan dengan penggerebekan wisuda abal-abal Yayasan Aldiana Nusantara.
Kampus-Kampus Bermasalah Aktif Lagi
Namun, setelah dibekukan pada 2015, STIE ISM dan STMIK Triguna Utama kembali beroperasi seperti sedia kala. Kampus-kampus swasta yang bermasalah ini tetap merekrut mahasiswa.
Pada pangkalan data pendidikan tinggi, STIE ISM tercatat memiliki 3.897 mahasiswa dan 27 dosen tetap pada 2017. Sementara STMIK Triguna Utama tercatat memiliki 1.286 mahasiswa dan mengklaim punya 37 dosen tetap.
STIE ISM bahkan kini pindah gedung baru di Tigaraksa, Kabupaten Tangerang. Gedung ini akan jadi kampus utama untuk kegiatan kuliah STMIK Triguna Utama (Depok) dan STKIP Sera (Tangerang), di bawah rencana penggabungan menjadi Universitas Pelita Bangsa.
Kepada Tirto, Bobby Reza mengklaim STIE ISM tidak pernah dinonaktifkan oleh Kementerian, melainkan “statusnya adalah pembinaan”. Sementara status STKIP Sera adalah alih kelola, ujar dia.
Sebelumnya STKIP Sera berada di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, yang dialihkan ke Tangerang. Di Lahat, kampus ini bermasalah dan dibekukan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada April 2017, STKIP Sera baru meminta kode perguruan tinggi dari direktur pembinaan kelembagaan perguruan tinggi agar bisa aktif lagi.
Meski begitu, bukan berarti kampus itu sudah sehat. Dari temuan ada kejanggalan-kejanggalan dalam kegiatan perkuliahan.
Tirto sudah mendatangi tiga kampus itu dan hanya STIE ISM yang menggelar perkuliahan. Ribuan mahasiswa yang terdaftar di STMIK Triguna Utama tak terlihat satu pun sama sekali. Begitu pula dosennya.
Kejanggalan lain, ada penawaran bisa kuliah kapan saja di dua kampus itu. Mahasiswa bisa mendaftar kapan saja dan langsung ikut kegiatan kuliah. Perkuliahan ini pun tidak dilaksanakan di kampus STMIK Triguna Utama dan STKIP Sera, melainkan di STIE ISM.
“Jadi kami mau PSDKU, kami sediakan transportasi ke sana (STIE ISM). Nanti [kampusnya] akan dijadikan satu,” kilah Bobby menanggapi soal tidak ada kegiatan kuliah di STMIK Triguna Utama.
PSDKU akronim untuk program studi di luar kampus utama alias perkuliahan kelas jauh; sebuah praktik umum dalam pendidikan sarjana.
Tapi, pernyataan Bobby kepada Tirto bertentangan dari apa yang dia sampaikan kepada Tim EKA pada Oktober 2018. Saat itu Tim Eka mendapati perihal yang Tirto temukan di lapangan: tak ada perkuliahan STMIK Triguna Utama. Bobby membantah dengan menyatakan STIE ISM tak pernah dipakai untuk kegiatan kuliah STMIK Triguna Utama.
Soal kembali aktifnya tiga kampus ini, Direktur Pembinaan Kelembagaan Perguruan Tinggi Totok Prasetyo mengatakan pembinaan sudah dilakukan tapi masih terus ada perbaikan. Sampai 13 November 2018, kampus masih memiliki masalah yang belum diselesaikan.
“Soal ijazah yang diterbitkan itu, kami minta dicabut, itu salah satu yang perlu diperbaiki,” kata Totok.
Memo Sakti Petinggi
Kembali aktifnya tiga kampus swasta milik Mardiyana itu tidak lepas dari permainan orang di Kementerian.
Pengaktifan STKIP Sera misalnya. Uman Suherman, Ketua Kopertis IV, menyurati Totok Prasetyo agar kampus itu mendapat kode perguruan tinggi pada 6 April 2017.
Meski surat itu ditujukan kepada Totok, tapi Abdul Wahid Maktub, staf khusus Menteri Ristekdikti Mohamad Nasir, memberikan memo dengan tulisan tangan di surat tersebut: “Yth Dir. Pembinaan, tolong dibantu.”
Selain menambahkan memo, Maktub menempelkan kartu namanya pada surat itu.
Hasilnya mujarab. Pada 2017, STKIP Sera kembali aktif dan sudah menerima mahasiswa. Pada laman pangkalan data pendidikan tinggi, STKIP Sera tercatat memiliki 230 mahasiswa dan mengklaim punya 17 dosen tetap.
Kedekatan Maktub, politikus PKB, dengan petinggi STIE ISM seperti Mbah Yadi dan Mardiyana sudah dikonfirmasi oleh mereka. Mbah Yadi mengakui kedekatan dengan Maktub karena sama-sama dalam satu acara Nusantara Mengaji yang dibikin Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB. Sementara Mardiyana mengaku banyak dibantu oleh Maktub untuk urusan kampus.
“Pak Maktub dulu pernah memberikan orasi ilmiah di kampus ISM,” kata Mardiyana.
Maktub tidak membantah pernah membantu STIE ISM untuk urusan di kementerian. “Saya banyak membantu, jadi tidak ingat kalau satu-satu,” ujarnya.
Maktub tak cuma memberikan memo sekali.
Pada 24 September 2018, Maktub kembali memberikan memo pada Totok dalam sebuah surat klarifikasi STMIK Triguna Utama atas pemberitaan media online Tangerang Ekspres berjudul “4 Tahun Kuliah, Tak Bisa Wisuda”.
Klarifikasi itu terkait sejumlah mahasiswa STMIK Triguna Utama yang belajar di kelas jauh dan tidak terdaftar di kampus bersangkutan serta pangkalan data Dikti.
Di bawah surat itu, ada tulisan tangan Maktub: “Yth, Pak Totok, kalau sudah sesuai aturan, mohon dibantu! Tks.” [Lihat memo Maktub untuk STMIK Triguna Utama]
Kasus itu menerangkan bahwa Tajul Muluk, tenaga lepas pemasaran STMIK Triguna Utama, membuka kelas di Balaraja pada 2013. Ada 33 mahasiswa yang ikut. Tajul Muluk bertugas mencari mahasiswa dan mendaftarkannya ke kampus Triguna. Untuk setiap mahasiswa, tulis surat tersebut, dia akan mendapatkan komisi sesuai perjanjian.
Pada September 2017, para mahasiswa protes karena sudah menjalani ujian skripsi tapi tak kunjung diwisuda dan mendapatkan ijazah. Mahasiswa-mahasiswa dari korban praktik kuliah fiktif itu antara lain bernama Urip Setiawan, Andri Fauzi, dan Maidan Sapurta. Ketiganya sudah mengikuti ujian skripsi pada Oktober 2016.
Pada 19 September 2017, Slamet Riyadi, ketua STMIK Triguna Utama, menyurati Totok untuk mengklarifikasi masalah tersebut. Salah satu poinnya, Triguna tidak mengakui mahasiswa yang ikut kelas di Balaraja yang dikelola Tajul Muluk. STMIK Triguna juga tidak mengizinkan mahasiswa yang tidak terdaftar dan tidak kuliah di kampus untuk mengikuti ujian skripsi dan wisuda.
Namun, berkat memo Maktub, tiga mahasiswa yang tidak diakui oleh STMIK Triguna itu kemudian tercatat sebagai wisudawan STMIK Triguna dan dinyatakan lulus pada 12 Maret 2018.
Kepada Tirto, Maktub membenarkan ia memberikan memo kepada direktur pembinaan. “Jadi ini sesuai aturan. Kalau memang ada masalah tentu harus diselesaikan dulu, diperbaiki.”
Berusaha Menyuap
Upaya mengamankan kampus-kampus bermasalah ini tidak hanya dilakukan lewat lobi politik. Pihak STIE ISM berupaya menyuap reporter Tirto dengan sejumlah uang, proyek, dan jabatan saat mendalami kasus ini.
Sri Sukartono Natadiharja, Wakil Ketua STIE ISM, berusaha memberikan uang ketika reporter Tirto melakukan wawancara di Coffee Bean, FX Plaza Sudirman. Sehabis wawancara, Sukartono memaksa reporter Tirto untuk menerima uang dari tangannya. Ditolak, sejumlah uang suap itu berceceran di lantai kedai kopi tersebut. Sigap, ia mengambil kembali lembaran-lembaran uang itu.
Seorang dosen STIE ISM bernama Bambang, yang menemani Bobby Reza, ketua kampus itu saat reporter Tirto mewawancarainya, berkali-kali mengajak agar datang ke kampus dan menawarkan proyek.
“Main-main ke kampus. Siapa tahu ada proyek yang bisa dikerjakan,” kata Bambang.
Tak Ada Sanksi Tegas
Alih-alih menutup kampus-kampus yang mempraktikkan jual beli ijazah bodong dengan modus kuliah fiktif, Kementerian justru memberi angin segar untuk menyelamatkan kampus-kampus tersebut. Kementerian bahkan tengah mengurus proses penggabungan STIE ISM, STMIK Triguna Utama, dan STKIP Sera menjadi Universitas Pelita Bangsa.
“Triguna kami bahas, kami undang, ‘Ini lho yang harus Anda perbaiki.’ Bukan berarti mencuci yang kotor,” ujar Direktur Pembinaan Kelembagaan Perguruan Tinggi Totok Prasetyo.
“Kami harus melakukan ini [dan itu], termasuk ijazah yang tidak sah harus dicabut,” kata Totok.
Temuan Tim Evaluasi Kinerja Akademik tentang STKIP Sera memperjualbelikan ijazah pada 2015 dan STMIK Triguna mencetak 728 ijazah tanpa dasar pada September 2018 tak cukup bagi Kementerian untuk menjatuhkan sanksi tegas.
Totok berkilah soal jual beli ijazah itu bukan ranah kementerian untuk menilainya. “Biar masyarakat yang menilai,” katanya.
“Tugas kami membina, bukan membinasakan,” ujar Totok, lagi.
Mungkin benar ucapan Mbah Yadi saat meninggalkan para petinggi STIE ISM di ruang sidang lantai 6 Gedung Kemenristekdikti, Selasa siang, 13 November lalu. Mereka tidak perlu takut kampusnya akan ditutup atau dijatuhi sanksi lain. Karena semua sudah aman.
“Enggak usah takut pokoknya,” kata Mbah Yadi seraya pergi dari gedung Kementerian.