Esensinews.com – Sejumlah hal terkait fungsi dan peran media dikupas tuntas dalam diskusi Kaukus Muda Indonesia (KMI) bertajuk ‘Indonesia Optimis: Pandangan Media Terhadap Prestasi dan Kerja Nyata Jokowi’ di kawasan Salemba, Jakarta Pusat, Senin (26/11/18).
Direktur Eksekutif Direktur Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo dalam kesempatan ini mengatakan agak sulit untuk menemukan gambaran yang obyektif dari pemberitaan media di tengah kontestasi politk kali ini. Pasalnya, menjelang kontestasi Pilpres 2019, media terpolarisasi menjadi dua kubu.
Kendati demikian, tim pasangan calon presiden dan calon wakil presiden memandang institusi media sebagai hal strategis.
“Media sebagai public opinion maker (pembuat opini publik) tentu perannya sangat strategis,” tegas dia.
Lebih lanjut Karyono menuturkan, di tengah kontestasi pilpres yang head to head hanya dua pasangan calon (paslon), tentunya mempengaruhi pandangan media pada paslon.
“Misalnya keberhasilan Jokowi dalam 4 tahun pemerintahannya, misal menurunkan angka kemiskinan menjadi angka 1 digit. Lalu kontra narasinya adalah wacana yang dibangun bahwa kondisi masyarakat sedang susah. Misalnya narasi tempe setipis ATM,” terang Karyono.
“Jadi, ada narasi dan kontra narasi,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Indonesia New Media Watch Agus Sudibyo mengatakan, masing-masing tim pasangan calon presiden pasti akan mengurangi fakta prestasi yang diraih kompetitornya.
Di saat yang sama, mereka akan memberikan kelebihan atau surplus fakta dari prestasi yang ada dari pasangan calonnya.
“Kalaun Prabowo atau timnya yang menilai kinerja Jokowi, sudah pasti defisit fakta. Fakta itu dikurang-kurangi. Sebaliknya, kalau yang menilai tim Jokowi, pasti ada surplus fakta, ditambahkan dari yang ada,” terangnya.
Hal yang sama, di mata tim Jokowi-Ma’ruf Amin, Prabowo-Sandi belum melakukan apa-apa. Tetapi menurut Tim Prabowo, Prabowo lebih punya kelebihan.
Kendati demikian, dia menilai, dalam kerangka politik hal itu wajar-wajar saja. Meskipun, dalam kerangka etika publik, menurutnya itu kurang etis.
Yang jadi persoalan, kata dia, dimana publik bisa menemukan kebenaran informasi? Menurutnya, media bisa menjadi rujukan kebenaran informasi. Meskipun, media sendiri terbelah, ada yang pro terhadap, ada yang pro Prabowo.
“Publik tak perlu cemas menghadapi media yang partisan. Karena publik yang menentukan nantinya mana media yang layak,” ujarnya.
Editor : Edi Humaidi