Esensinews.com – Menyikapi disrupsi teknologi, Guru Besar Manajemen Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali menjelaskan hal itu terjadi di berbagai sektor, akan mengubah pola dan gaya hidup masyarakat sehari-hari.
“Saat ini industri yang sudah mulai bergeser karena pesatnya perkembangan teknologi adalah industri keuangan. Hal ini ditandai dengan maraknya berbagai fintech yang bermunculan beberapa tahun terakhir,” kata Rhenald pada acara INTEGRA 2018 di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Senin (19/11/2018).
Selanjutjnya penulis buku terlatis ini menyebutkan, fintech ini kemungkinan besar akan menyusutkan tenaga kerja di industri keuangan.
“Contohnya, bank-bank sudah mengurangi membuka kantor cabang. Nasabah juga sudah mulai jarang ke kantor cabang, nantinya teller sudah tidak diperlukan.
Industri keuangan lama-lama akan menyesuaikan dengan keadaan ini. Tentunya, tutur dia dengan pergeseran lingkup pekerjaan yang terjadi karena perkembangan teknologi.
“Perlahan akan menjadi kurang efisien (banyak karyawan di bank), laporan keuangannya pun akan mengalami perubahan. Dalam jangka pendek, fintech akan naik, sampai fintech mulai optimal, lapangan kerja di bank akan mulai berkurang,” ucapnya.
Selain itu, gerakan mengurangi uang tunai atau cashless yang semakin digalakkan juga akan menambah kuat posisi digitaliasi industri. Bahkan, diproyeksikannya akan menggeser keberadaan anjungan tunai mandiri (ATM) ke depannya.
“Sekarang belum sepenuhnya yang mengurangi pekerja, ekspansi juga tidak. Buka kantor cabang baru juga tidak, jadi nanti mesin ATM ke depan juga akan hilang,” terang Rhenald.
Dirinya pun menyebut bahwa tahun depan industri keuangan akan berdarah-darah karena sekarang sudah ada 200-an fintech baru. Sedangkan, aturan masih belum jelas
“Mereka sudah mulai kumpulkan uang dari masyarakat,” urainya.
Kemudian, untuk terus bertahan ditengah gempuran digital, bank-bank tersebut diperkirakan akan menggandeng fintech.
“Bank mulai akan rangkul fintech. Mereka bisa dikerjakan dari rumah atau dari kedai kopi yang hanya menggunakan teknologi,” kata dia.
Dicontohkan dia, da 200 fintech dan masing-masing butuh 30 orang saja sudah menyerap 6.000 pekerja dengan tanpa banyak bank yang membuka kantor cabang.
Untuk itu Rhenald mendorong agar ada upskilling dan retraining kepada tenaga kerja agar mereka bisa memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan era teknologi nan serba digital.
“Pekerjaan-pekerjaan yang kita kenal pada abad ke-20, perlahan-lahan bisa digantikan oleh pekerjaan-pekerjaan baru berbasis teknologi,” ujarnya.
Namun, walaupun terjadi distrupsi, masih akan ada pekerjaan dengan “cara lama” yang masih dibutuhkan, tapi dibarengi juga dengan meningkatkan kemampuan dan adaptasi terhadap teknologi tersebut.
Editor : Divon