Jika tidak ada perubahan dramatis pada menit-menit terakhir, maskapai Merpati akan segera terbang kembali.
Maskapai bernama lengkap PT Merpati Nusantara Airlines ini mengalami kesulitan keuangan sejak 2008 dan sejak 2014 berhenti beroperasi.
Jumlah utang maskapai perintis tersebut saat ini mencapai sekitar Rp10,7 triliun, namun pada Agustus lalu Merpati mendapat investor baru yang siap menyuntik modal usaha sebesar Rp6,4 triliun.
Dan dengan disetujuinya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh Pengadilan Niaga Surabaya maka Merpati pun tak jadi pailit.
“Menyatakan sah perdamaian yang dilakukan antara PT Merpati Nusantara Airlines dengan kreditornya sebagaimana telah disepakati bersama pada kesepakatan tanggal 21 Oktober 2018,” kata Hakim Ketua, Sigit Sutrisno, saat ketuk palu.
Dengan keputusan itu, berarti pembayaran utang-utang Merpati dapat ditunda dan investasi baru dapat digunakan untuk membeli pesawat baru dan mengurus izin tute terbang dan investasi operasional lainnya.
“Kita harus beroperasi kembali. Karena inti dari proposal perdamaian kan kita diberikan kesempatan untuk beroperasi kembali. Kemudian yang pada akhirnya memiliki kemampuan menyelesaikan mekanisme ruilslag yang telah disepakati,” ujar Dirut PT Merpati Nusantara Airlines, Asep Eka Nugraha.
Sejak mulai beroperasi pada 1962, Merpati banyak melayani rute ke daerah-daerah terpencil.
“Dan dia cukup sukses untuk era 80-an sampai 90-an di wilayah Indonesia Timur,” ungkap pakar bisnis penerbangan Arista Atmadjati.
“Dan sekarang kan wilayah Indonesia Timur itu relatif pembangunannya agak tertinggal. Jadi sehingga pembangunan di Indonesia Timur yang notabene itu kepulauan-kepulauan dan masih tertinggal jadi bisa dibantu sistem logistik transportasi melalui udara,” imbuhnya.
Semenjak berhenti beroperasi empat tahun lalu, 19 rute Merpati akhirnya diambil alih oleh maskapai lain seperti Susi Air yang mengambil rute Bade-Merauke, Garuda Indonesia yang mengambil Ende-Tambolaka dan Ende- Kupang dan NAM Air yang mengambil Kupang-Maumere dan Denpasar-Waingapu.
Namun Arista Atmadjati berpendapat Merpati masih punya peluang.
Dicontohkan Arista bahwa maskapai Batik yang menggunakan pesawat full-jet engine harus terbang di landasan minimal 2.300-2.500 meter yang hanya ada di ibukota provinsi atau kota yang agak besar.
“Merpati itu sebaiknya menghindari head-to-head dengan maskapai kayak Batik atau Sriwijaya atau Lion, menurut saya dia lebih baik bermain di panjang landasan misalnya 1.200-1.500 meter,” papar Arista.
“Nah di situ persaingannya sempit… dan bandaranya paling banyak di Indonesia Timur,” tambahnya.
Selain fokus pada rute-rute perintis di Indonesia Timur, Arista Atmadjati yang juga adalah Direktur AIAC Aviation Jakarta, juga berpendapat bahwa Merpati harus melakukan transformasi manejemen dan merekrut staf yang profesional agar berhasil.
Namun dia tidak sepakat dengan keputusan pihak Merpati yang akan menggunakan pesawat Rusia Irkut MC-21 sebagai armada barunya.
“Penerbangan komersial di Indonesia itu kurang akrab dengan pesawat produksi Rusia. Menurut saya, seharusnya Merpati membeli pesawat yang turbo propeller saja,” kata Arista.
“Cari pilot tipe pesawat Rusia kan sangat sulit di pasaran, kedua dengan simulatornya, ketiga dengan teknisi peralatan-peralatannya. Jadi harus dipikirkan SDM di belakang pesawat model baru ini,” pungkasnya.
Sumber : BBC Indonesia