Ninik juga menilai sejumlah rekomendasi yang telah diberikan tim independen yang dibentuk UGM belum sepenuhnya dijalankan pihak rektorat. Akibatnya, penanganan kasus ini berlarut hingga saat ini.
Ninik juga menilai sejumlah rekomendasi yang telah diberikan tim independen yang dibentuk UGM belum sepenuhnya dijalankan pihak rektorat. Akibatnya, penanganan kasus ini berlarut hingga saat ini.
Menurut Ninik, pihaknya menilai UGM belum memberikan pelatihan kepada para dosen pendamping maupun mahasiswa mengenai upaya perlindungan saat terjadi kekerasan seksual maupun fisik di lokasi KKN. Padahal, pembekalan sangat penting karena tidak semua mahasiswa memahami bagaimana menghindari kekerasan seksual.
“Ombudsman menempatkan kasus ini sebagai pintu masuk melakukan investigasi mendalam sistem pembelajaran dan perlindungan secara umum pada mahasiswa, terutama perempuan korban kekerasan,” kata Ninik, Minggu (11/11/2018).
Kekerasan seksual ini kembali mencuat setelah Pers Mahasiswa Balairungmenerbitkan reportase soal kasus perkosaan yang terjadi saat KKN di luar Jawa. Sayangnya, otoritas kampus terkesan tidak serius, padahal kredibilitas UGM dipertaruhkan dalam kasus ini.
Sebab, bila tidak bertindak cepat menangani kasus pelecehan seksual ini, maka UGM sebagai institusi pendidikan akan kena dampak. Apalagi, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menegaskan bila kasus ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab rektor.
“Pelanggaran semua, yang ada di kampus itu, rektorlah yang bertanggung jawab. Intinya begitu. Nah, [kasus] ini terjadi di mana? Itu biar mereka yang menelusuri,” kata Nasir, seperti dikutip Antara.
Nasir mengatakan, rektor memiliki pedoman untuk menindaklanjuti apabila terjadi pelanggaran, baik itu terkait akademik maupun pidana. Ia mencontohkan kasus kekerasan terhadap mahasiswa hingga meninggal dunia di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Saat itu, Harsoyo mengundurkan diri dari jabatan rektor sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kematian tiga mahasiswanya.
Namun demikian, Darmaningtyas, aktivis pendidikan cum penulis buku Pendidikan yang Memiskinkan, mengatakan rektor tak perlu mundur, tapi cukup menyelesaikan kasus ini segera. Ia menduga, rektor dan pihak UGM lamban menangani kasus ini karena sebelumnya tidak ada tekanan publik.
Darmaningtyas berharap media massa mengambil peran sebagai pendorong agar kasus ini segera diselesaikan. Sebab, dugaan pelecehan seksual ini dapat dikategorikan sebagai persoalan kemanusiaan, bukan sekedar kriminal biasa.
“Karena persoalan ini membunuh masa depan korban,” kata Darmaningtyas dilansir Tirto, Minggu (11/11/2018).
Sementara itu, Guru Besar Sosiologi dari Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Musni Umar mengatakan dampak dari peristiwa ini ialah orangtua akan merasa cemas ketika hendak menguliahkan anaknya di UGM.
“Orangtua akan khawatir, tidak mau mengirimkan anaknya ke sana karena dianggap membahayakan masa depan anak,” kata dia kepada reporter Tirto.
Dampak lainnya, kata Musni, masyarakat akan sulit percaya jika institusi pendidikan ini dapat menjamin keselamatan dan keamanan sang anak. Karena itu, Musni menyatakan harus ada investigasi kasus ini, baik dari dalam atau luar kampus.
Musni mengatakan, kasus ini menjadi pertaruhan kredibilitas UGM karena telah menjadi isu nasional. Karena itu, ia menyarankan agar pihak UGM bersikap tegas. Bila tidak, maka kepercayaan publik terhadap UGM akan luntur.
Rektor UGM Panut Mulyono optimistis pihaknya dapat menyelesaikan kasus kekerasan seksual yang terjadi pada mahasiswanya dengan seadil-adilnya, tanpa harus dibawa ke ranah hukum.
“Saya sebagai orang tua itu sejak awal meyakini UGM mampu menyelesaikan persoalan ini berdasar dengan peraturan-peraturan yang ada di UGM. Dan kami yakin bisa menghasilkan keputusan yang seadil-adilnya,” kata Panut kepada wartawan, di Yogyakarta, Jumat lalu (9/11/2018).
Namun, jika keputusan itu dirasa belum adil, maka Panut tidak mempersoalkan bila harus dibawa ke ranah hukum.
“Tetapi kami yakin sebetulnya tanpa ke ranah hukum, UGM bisa menyelesaikan persoalan ini dengan seadil-adilnya,” kata dia.
Walau bagaimanapun, kata dia, baik terduga pelaku kekerasan maupun korban sudah ia anggap sebagai anak sendiri, sehingga ia wajib untuk memberikan edukasi.
“Bagi yang salah, kami berikan sanksi yang setimpal, tetapi nanti harapannya dia menjadi orang yang baik seperti itu. Kami ingin dua-duanya lulus dari UGM menjadi orang-orang yang lebih baik dari sekarang,” kata Panut.
Panut menyampaikan rasa simpatinya terhadap mahasiswi yang diduga menjadi korban kekerasan seksual. Untuk itu, ia akan mengusahakan agar dapat membantu mengatasi persoalan yang sedang dihadapinya.
Saat ini, kata Panut, penanganan kasus masih berjalan. Tim independen sudah ditugasi dan telah melakukan kerjanya. Selain itu, tim juga sudah lama memberikan sejumlah rekomendasi yang saat ini sedang dijalankan dan implementasikan.
Selain itu, rekomendasi juga diberikan kepada institusi. Dengan rekomendasi itu, kata dia, UGM melakukan perbaikan tata kelola KKN. Salah satunya adalah dengan membentuk unit yang bisa memperbaiki proses, mengontrol proses, hingga tidak lagi ada kekerasan seksual pada saat KKN.