Esensinews.com – Pemerintah kini tengah menyiapkan aturan guna memastikan penyusutan area persawahan tidak terjadi setiap tahun.
Penyusutan tersebut terjadi akibat adanya konversi lahan, baik untuk pembangunan infrastruktur, perumahan, kawasan industri atau pengembangan kawasan perkotaan lainnya.
“Sekaran kami sedang siapkan perpresnya (peraturan presiden) untuk menetapkan 7,1 juta hektar lahan itu nanti akan ditetapkan menjadi lahan pertanian berkelanjutan,” kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil di Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Berdasarkan data Kementerian ATR/BPN pada 2013 lalu, tercatat ada 7,75 juta hektar lahan sawah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Namun, saat ini luas yang tersisa hanya 7,1 juta hektar.
Itu artinya, dalam kurun waktu lima tahun terakhir telah terjadi penyusutan sebesar 650.000 hektar atau sekitar 130.000 per tahun.
Itu sedang kami dalami, tetap harus ada insentif begitu ada tanah orang enggak boleh diapa-apain. Itu sedang dikerjakan,” ujar Sofyan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengendalian dan Pemanfaatan Ruang dan Tanah Kementerian ATR/BPN Budi Situmorang mengatakan, sejak Undang-Undang (UU) tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) terbit pada 2009, hingga kini belum ada satu pun perpres yang terbit sebagai aturan turunan.
Ia pun berharap Presiden Joko Widodo segera menerbitkan peraturan presiden yang mengatur tentang alih fungsi lahan pertanian.
Menurut Budi, meski pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol, dilakukan pemerintah secara masif, hal tersebut tidak akan berpengaruh besar terhadap penyusutan lahan pertanian.
Pengaruh lebih besar disebabkan adanya pertumbuhan pusat perekonomian baru setelah di sekitarnya, setelah pembangunan jalan tol selesai.
“Alih fungsi untuk infrastruktur ini sebenarnya kecil (dampaknya) kalau dibandingkan mekanisme pasar yang tadi,” kata Budi dikutip Kompas.com, di Jakarta, Rabu (11/4/2018).
Senada Peneliti Kebijakan Publik Indonesian Public Institute (IPI) Jerry Massie menuturkan, goal setting Indonesia masih belum optimal.
Dia mencontohkan, lahan pertanian tinggal 7,1 juta hektar kalau tidak diantisipasi maka bisa terjadi food crisis (krisis pangan).
Industri baik, tapi kita bukan negara industri seperti Jepang dan Korea. Disana tak seperti Indonesia dulunya dikenal dengan negera agraris (tahan pertanian). Kita push soal pertanian.
“Kalau sudah habis lahan pertanian kita maka bahaya mengancam. Think out of the box. Indonesia diberikan Tuhan kekayaan di sektor pertanian, justru itu kita harus jaga dan manfaatkan dengan baik, bukannya kita keliru dalam pemanfaatannya,” ucap Jerry.
Jerry menyarankan agar pemerintah saat ini dan DPR memperkuat Undang-undang Agraria No 5 Tahun 1960, UU No 18 Tahun 2016 Tentang Pangan, jangan ada lagi lahan pertanian dijadikan lahan industri dan perumahan.
Jerry mencotohkan di Kabupaten Bekasi. Data Dinas Kabupaten Bekasi lahan pertanian menyusut sekitar 1.500 hektar per tahun, pada 2014 masih ada 52.000 hektar, sementara pada 2017 ini jumlahnya berkurang menjadi 48.000.
“Untuk perumahan dibikinlah rumah susun (rusun) atau apartemen, perlunya kerja sama antara, eksekutif, legislatif dan stakeholder,” kata Jerry.
Soalnya kata dia, kalau tidak ada langkah preventif atau pencegahan maka ke depan Indonesia akan bergantung pada negara lain khususnya beras.” Stop konversi lahan pertanian dijadikan perumahaan maupun lahan ind
Untuk itu Jerry berharap, perlindungan lahan pertanian diperkuat. Menurutnya ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
“Padahal sudah ada regulasinya yang diterbitkan pada 2012 lalu, tetapi di lapangam masih menemui kendala dan hambatan. Disini bagaimana ketegasan pemerintah dan UU harus jalan,” kata peneliti kebijakan publik di Amerika ini.