Staf khusus Presiden di bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika mengatakan, setidaknya secara umum ada lima hal yang bisa diperhatikan dalam pencapaian Jokowi-JK di empat tahun ini.
Pertama, pencapaian makro ekonomi nasional. Kedua, keadilan ekonomi dan sosial. Ketiga, kemandirian ekonomi.
Keempat, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dalam jangka panjang. Kelima, pengelola pembangunan, terutama dari sisi fiskalnya.
Dari kelima itu, Erani lebih menyoroti hal yang belum banyak disinggung, yakni Indonesia dalam empat tahun terakhir ini masuk dalam zona stabilisasi harga yang standarnya itu sudah seperti negara maju.
“Ini seperti era baru ekonomi Indonesia,” ungkap Erani belum lama ini.
Lebih lanjut ia merinci, hal itu ditopang dari inflasi yang bisa dipertahankan di bawah 4 persen. Layaknya negara di Eropa, inflasi tidak pernah nyaris di atas 5 persen.
Ia berpendapat, angka inflasi merupakan wujud berhasilnya pemerintahan Jokowi dalam menghadapi harga pangan dan membangun rantai pasok yang efisien. Dengan inflasi yang rendah, maka masyarakat diuntungkan karena pendapatannya tidak akan tergerus dengan harga yang meningkat.
Bahkan dari sisi produsen pun, di tengah inflasi yang rendah ini, masih bisa berekspansi. Sebab, pemerintah memberikan berbagai insentif. “Sehingga baik produsen dan masyarakat dua-duanya bahagia,” kata Erani.
Jelas, tambahnya, keadaan saat ini jauh berbeda di empat tahun sebelumnya yang angka inflasinya bisa mencapai 8 persen.
“Tanpa kita sadari, kita menuju pada situasi di mana negara ini berhasil menata ekonominya,” tutur Erani.
Sejatinya, inflasi merupakan indikator penting hampir semua negara. Pasalnya, jika inflasi rendah, maka tingkat suku bunga juga bisa rendah. Sehingga bisa mengerek investasi.
“Kalau investasi naik maka potensi pertumbuhan ekonomi juga bisa tercapai,” ujar dia.
Pemerataan ekonomi
Erani juga mencatat, pemerataan ekonomi juga sudah dilakukan pemerintah lewat pembangunan infrastruktur. Hal itu dilihat dari 223 proyek strategis nasional (PSN) yang terletak di seluruh Indonesia.
Yakni sebanyak 53 proyek (Rp 545,8 triliun) di Sumatera, 89 proyek (Rp 995,9 triliun), Sulawesi 27 proyek (Rp 308,3 triliun), Kalimantan 17 proyek (Rp 481 triliun), Bali dan Nusa Tenggara 13 proyek (9,4 triliun), Maluku dan Papua 12 proyek (464 triliun), dan 12 proyek dan tiga program nasional (1.345,7 triliun).
“Pemerintah semata-mata melakukan hal itu karena ingin menciptakan ekonomi yang adil,” kata Erani.
Bahkan dengan begitu, ia meyakini apa yang dilakukan pemerintah saat ini bisa menjadi warisan terbesar yang bisa dirasakan masyarakat dalam 25 tahun mendatang.