Catatan : Jerry Massie
Kita tahu Indonesia di masa jayanya memiliki segudang pebulutangkis khususnya tunggal putra yang ditakuti lawan-lawannya.
Di era 70-an ada nama peraih 7 gelar All England Rudy Hartono. Setelah era Rudy, muncul nama-nama Liem Swie King, Hastomo Arbi, Icuk Sugiarto,Joko Suprianto, Ardy BW, Heriyanto Arbi, Alan Budikusuma sampai Taufik Hidayat Sonny Dwi Kuncoro.
Selepas itu, Indonesia kian terseok-seok. Indonesia tak lagi menjadi “sangar” bagi kampriotnya. Muncul nama seperti Tommy Sugiarto, tapi prestasinya adem-adem ayem. Dia tak sehebat ayahnya Icuk Sugiarto.
Kita lama merasakan paceklik di tunggal putra. Tapi beruntung dengan torehan juara dari Marcus Fernadli Gideon/Kevin Sandjaja dan ganda campuran Tontowi Ahmad/Lilyana Natsir.
Bisa dibilang prestasi tunggal putra kita sangat buruk setelah Taufik Hidayat berakhir. Kebangkitan tunggal putra kita terjadi usai dua andalan kita lolos ke semi final dan final Asian Games yakni peraih emas, Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting yang merebut medali perunggu Asian Games.
Indonesia bisa bernafas lega dan ada secercah harapan di masa mendatang. Paceklik gelar turnamen kelas super series premier terobati. Usai Anthony yang kini berada pada peringkat 9 BWF, meraih gelar tunggal putra di China Open 2018. Pada final ia menyingkirkan pebulutangkis terkuat dan peringkat pertama dunia asal Jepang, Kento Momota.
Berkat prestasi Jonatan dan Anthony, maka tak tertutup kemungkinan mereka bisa menjadi pebulutangkis nomor satu dunia.
Memang tak muda para rival mereka seperti Cheng Long, Zhi Yuqi (Cina), Kento Momota (Jepang), Viktor Axelsen (Denmark), Chou Tien Chen (Taiwan), Kidambi Srikanth (India) dan Son Wan Ho (Korsel).
Tapi saya optimis mereka akan meraih gelar juara dunia dan menduduki peringkat pertama dunia. Terakhir tunggal putra meraih gelar juara dunia yakni, Taufik Hidayat. Ini dibuatnya di kejuaraan dunia 2005 di Anaheim, AS.