Oleh : Dimas Juliana
Tahukah kita sejarah Kota Palu? Kota Palu berasal dari kata Topalu’e yang artinya : Tanah yang terangkat karena daerah ini awalnya lautan, karena terjadi gempa dan pergeseran lempeng (palu koro) sehingga daerah yang tadinya lautan tersebut terangkat dan membentuk daratan lembah yang sekarang menjadi Kota Palu. Kalimat ini saya sadur dari Wikipedia, artinya memang Kota Palu sudah berdiri diatas patahan besar sejak dulu.
.
Kota Palu sendiri sudah ada sejak jaman Hindia Belanda, bahkan Kerajaan Palu berdiri sejak tahun 1796. Lalu berkembang tahun demi tahun hingga dikukuhkan menjadi Ibukota Propinsi pada tahun 1978.
Sejarah mencatat ternyata sudah beberapa kali Palu mengalami gempa besar, yang tertua tercatat pada tanggal 1 Desember 1927 dan mengakibatkan gempa disusul dengan tsunami di Teluk Palu, lalu gempa terjadi lagi 30 Januari 1930 juga disertai dengan tsunami, 14 Agustus 1938 juga terjadi hal yang lalu, lagi dan lagi dan lagi. “Apakah masyarakat Palu tidak menyadari ada potensi bencana besar yang sewaktu-waktu bisa memporak porandakan kota mereka tercinta?”.
Palu, Kota ini amatlah strategis, terletak di teluk yang menghadap lautan, dengan pemandangan indah, dataran yang landai, subur, dan menjadi penghubung vital Sulawesi bagian Utara dan Selatan.
Tapi tahukah kita bahwa Kota Palu :
1. terletak didataran alluvial dengan sedimentasi yang belum solid, kaya akan kandungan air didalam sedimennya
2. Terletak di teluk yang merupakan corong pengumpul energi jika terjadi gelombang tsunami
3. Berada di lembah yang dihimpit oleh pegunungan, dan lembah itu ternyata merupakan hasil dari sebuah patahan (Sesar Palu Koro yang berarah barat laut – tenggara) teraktif di dunia dengan rata-rata pergerakannya adalah 40mm pertahun.
Dengan kondisi demikian, maka sebenarnya bencana ini adalah sesuatu yang hanya tinggal menunggu “waktu”. Gempa utama pada hari Jum’at 28 September 2018, memicu gelombang tsunami yang menghantam sepanjang sisir barat Sulawesi dan memporak-porandakan Teluk Palu dan seisinya, dan juga gempa ini memicu sebuah fenomena alam bahkan bencana alam bernama “likuifikasi”.
.
Likuifikasi ini terpicu oleh bergeraknya massa batuan karena gempa utama 7.4 SR dan membuat pergerakan longsoran “Submarine slope failure” sepanjang zona patahan dengan sedimentasi lunak diatasnya (di lembah yang kebetulan dijadikan perumahan). Tanah menjadi kehilangan daya dukung, air yang ada didalamnya keluar, batuan endapan menjadi layaknya bubur, dan pada akhirnya segala yang ada diatasnya seperti ditelan bumi.
.
Tidak sepantasnya daerah ini dibangun Kota besar, mungkin masyarakat dulu belum paham dengan baik bahaya yang mengancam. Sudahlah! saya yakin pemerintah akan memikirkan tata kota yang lebih baik, sudah cukup korban yang terenggut.
Saya hanya ingin menekankan disini, sudah saatnya kita melek akan waspada bencana, bahkan ini sudah kategori terlambat, seharusnya dari dulu, tapi nasi sudah jadi bubur, bangsa kita harus bangkit, harus berdiri lebih tegak dari sekarang, jika bukan dimasa kita bencana-bencana terjadi, bisa jadi dimasa anak cucu kita. Siapakah mereka? Siapkah? Mari mempersiapkan mereka dan juga kita, demi masa depan kita, yang berdiri diatas lempeng bumi yang dinamis.
References :
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Palu
2. https://tirto.id/sejarah-gempa-dan-tsunami-di-palu-dan-donggala-c3BC
3. http://temblor.net/earthquake-insights/the-palu-koro-fault-ruptures-in-a-m7-5-quake-in-sulawesi-indonesia-triggering-a-tsunami-and-likely-more-shocks-7797/
4. https://sains.kompas.com/read/2018/09/29/173228823/apa-itu-sesar-palu-koro-yang-menyebabkan-tsunami-dan-gempa-bumi