Yth. Bapak Moeldoko
Kepala Staf Kepresidenan RI
Di Jakarta
Dengan hormat,
Mohon maaf sebelumnya perkenankan kami menyampaikan masukan dari sekelumit pikiran terkait dengan pernyataan anda selaku Kepala Staf Kepresidenan, perihal investasi dari China ke Indonesia dengan tajuk “Jenderal Moeldoko Menjawab”.
Pernyataan tersebut sedang hangat beredar dan diperbincangkan di media sosial dan pelbagai kalangan.
Menurut kami, apa yang yang tersirat dalam pernyataan Bapak bahwa Indonesia tidak akan bisa dicaplok oleh Republik Rakyat Tiongkok (China) melalui pola dan sistem investasi yang disertai dengan pengerahan tenaga kerja asal China merupakan pernyataan yang kurang pas dan agak keliru sehingga bisa menyulitkan Bapak Presiden Joko Widodo. Sebab, terminologi “pencaplokan” kedaulatan sebuah negara oleh negara lain lebih dimaknai oleh Bapak sebagai percaplokan terhadap teritori atau geografis Indonesia.
Sementara, narasi atau terminologi pencaplokan atau penguasaan sebuah negara atas negara lain pada abad ini bisa dimaknai dengan pencaplokan atau penguasaan secara ekonomi bahkan budaya. Dalam hal ini pencaplokan atau penguasaan terhadap sumber daya alam seperti energi, mineral, hutan, laut, tanah dan bahkan dirgantara (koridor udara untuk penerbangan).
Oleh sebab itu, kami berpandangan bahwa pernyataan Bapak tentang ancaman pencaplokan (kedaulatan) Indonesia melalui pola, sistem, dan strategi investasi China berikut masuknya tenaga kerja asing asal China ke Indonesia kurang pas dan rasanya menyepelekan ancaman pencaplokan dalam arti luas.
Sebagai catatan untuk pengetahuan Bapak, bahwa tujuan awal dalam usulan kami dan dilaksanakan di awal pemerintahan Bapak Joko Widodo adalah memperkuat hubungan dengan China. Ketika itu, adalah untuk mengimbangi hegemoni dan kekuatan Eropa dan Amerika baik dengan Indonesia maupun dengan kekuatan Asia dan Afrika. Usulan pembentukan Kepala Staf Khusus Presiden saat ini dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen oleh kami yang kini ditempati oleh Bapak Goris Mere dan kawan-kawan adalah untuk mengantisipasi isu PKI dan ketahanan nasional serta pro kontra terkait membangun kembali kemesraan hubungan dengan China. Akan tetapi kini dimaknai lain oleh para pembantu Presiden dan menyimpang dari tujuan awal.
Sementara, narasi atau terminologi pencaplokan atau penguasaan sebuah negara atas negara lain pada abad ini bisa dimaknai dengan pencaplokan atau penguasaan secara ekonomi bahkan budaya. Dalam hal ini pencaplokan atau penguasaan terhadap sumber daya alam seperti energi, mineral, hutan, laut, tanah dan bahkan dirgantara (koridor udara untuk penerbangan).
Oleh sebab itu, kami berpandangan bahwa pernyataan Bapak tentang ancaman pencaplokan (kedaulatan) Indonesia melalui pola, sistem, dan strategi investasi China berikut masuknya tenaga kerja asing asal China ke Indonesia kurang pas dan rasanya menyepelekan ancaman pencaplokan dalam arti luas.
Sebagai catatan untuk pengetahuan Bapak, bahwa tujuan awal dalam usulan kami dan dilaksanakan di awal pemerintahan Bapak Joko Widodo adalah memperkuat hubungan dengan China. Ketika itu, adalah untuk mengimbangi hegemoni dan kekuatan Eropa dan Amerika baik dengan Indonesia maupun dengan kekuatan Asia dan Afrika. Usulan pembentukan Kepala Staf Khusus Presiden saat ini dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen oleh kami yang kini ditempati oleh Bapak Goris Mere dan kawan-kawan adalah untuk mengantisipasi isu PKI dan ketahanan nasional serta pro kontra terkait membangun kembali kemesraan hubungan dengan China. Akan tetapi kini dimaknai lain oleh para pembantu Presiden dan menyimpang dari tujuan awal.
Kami selalu berkomitmen, loyal dan istiqomah untuk tetap bersama Bapak mengawal Bapak Presiden Joko Widodo agar tidak terjebak dengan skenario yang dilakukan oleh segelintir anggota kabinet pembantu Presiden yang cenderung atau nyata-nyata telah bekerjasama dan atau berkolaborasi dengan para taipan China yang pada gilirannya merupakan pengkhianatan terhadap bangsa, negara dan nusantara.
Indikasi kerjasama itu dimulai dgn lahirnya undang-undang tentang warga dari negara asing boleh memiliki tanah dan rumah. Pasca lahirnya undang-undang itu dibarengi pelbagai kegiatan yang berpotensi terjadinya pencaplokan atau penguasaan negeri ini oleh negeri China dari lini ekonomi, politik dan sumberdaya, yaitu:
(1) Pembuatan 37 titik wilayah pulau reklamasi di Jakarta, Banten, Makasar, Bali, Medan Balikpapan dan Ternate Maluku Utara yang tentunya akan dihuni oleh orang-orang kaya dari negeri China.
(2) Kebijakan bebas visa mempermudah masuknya imigran ilegal dan wisatawan China kemudian memiliki KTP, NPWP, SIM dan bahkan paspor Indonesia.
(3) Apabila Bapak Presiden tidak mewaspadai hal ini, maka selangkah lagi Indonesia akan berubah menjadi Indo China apabila RUU Dwikewarganegaraan yang diajukan pemerintah disahkan oleh DPR-RI.
(4) Dari laporan yang kami dapatkan bahwa instruksi Menteri Hukum dan HAM dan Dirjen Imigrasi agar aparat imigrasi dapat melindungi warga negara China yang kedapatan tidak memiliki dokumen resmi bekerja dan tinggal di Indonesia.
(5) Perekrutan 19.000 PNS baru oleh Kementerian Hukum dan HAM pada tahun 2017 disinyalir banyak diisi oleh WNI keterunan China yang di masa pemerintahan sebelumnya hampir tidak ada WNI China jadi PNS. Apa motifnya dari hal ini? Dan, inilah yang terus menjadi pertanyaan serius publik.
(6) Ditemukannya e- KTP ganda atas nama WNI China di berbagai daerah dikaitkan dengan Perpres No. 26 Tahun 2018 sebagai pintu masuk WNA China menjadi WNI untuk mengimbangi kekuatan Islam. Oleh karena itu tidak disadari mereka telah menggunakan tangan Bapak Presiden untuk memuluskan grand design hegemoni asing (China) yang berpotensi pencaplokan Indonesia di bawah kendali sementara elit pengkhianat bangsa yang menjadi benalu dalam pemerintahan Bapak Presiden Joko Widodo. Bila hal ini terus dibiarkan maka rakyat berstigma bahwa Pemerintahan Joko Widodo terlibat dalam hal ini. Hal ini pulalah tentu akan berdampak pada elektasi Bapak Presiden Jokowi pada Pilpres 2019.
Dalam rangka memperbaiki kebijakan pemerintahan untuk lebih meningkatkan ketahanan nasional yg bisa menangkal setiap kecendrungan yang dapat merapuhkan kesatuan bangsa dan ketahanan nasional, maka diperlukan ihktiar dan ketegasan yang sungguh-sungguh dari Bapak Presiden, karena:
(1) Bahwa apabila investasi China hanya dengan mengirimkan warga negara-nya untuk menangani pekerjaan-perkerjan yang sifatnya alih teknologi (spesifikasi khusus) dan bukan buruh kasar, maka dari dulu negara kita sudah terbuka untuk menerimanya.
(2) Bahwa pekerja atau buruh TKI sangat banyak di negara-nagr lain, memang dibutuhkan oleh negara tersebut. Berbeda dengan kondisi di negeri kita saat ini, dimana masih banyak warga/anak bangsa (masyarakat) yang justru kesulitan mencari pekerjaan. Sementara buruh kasar asing China justru yang diberikan kesempatan untuk bekerja di negara kita sebagai prasyarat dari investasi RRC.
(3) Patut kita berkaca pada dampak buruk kerjasama dan investasi China di negeri jiran, yang kini dievaluasi total oleh pemerintahan baru dibawah kepemimpinan Perdana Menteri Malaysia Mahatir Mohammad. Juga belajar dari kejadian di Tibet, Angola, Singapura dll, dimana TKA dari RRT, yang ternyata menjadi kepanjangan tangan dari RRT untuk menguasai negara2 tersebut. Oleh karena itu pentingnya segi keamanan dan ketahanan nasional untuk kedalautan negara dan bangsa tercinta ini.
(4) Laporan dari temuan Ombudsman RI terkait tenaga kerja sing, wisatawan dan masuknya imigran gelap China di berbagai daerah patut dijadikan sebagai masukan untuk mengkaji dan mengevaluasi berbagai kebijakan terkait kerjasama dan investasi dengan China.
Agar, kebijakan tidak menyimpang dari cita2 UUD 1945 yaitu negara melindungi segenap tumpah darah Indonesia memajukan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila.
(5) Pemerintah harus berani melakukan penindakan hukum yang tegas dan keras, terhadap perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing dan tidak sesuai dgn kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Demikian kami sampaikan.
Terima kasih.
Wassalamualaikum
Jakarta 4 Juni 2018