Esensinews.com – Terik matahari menyambut kedatangan kami Relawan HILMI-FPI siang itu. Udara yang kering terasa menyergap dan menyengat di pori-pori kulit kami. Rasa lelah berpeluh usai berkeliling menyambangi satu persatu desa tujuan sekejap menjadi sirna. Manakala sekelompok anak-anak kecil Desa Pendua menyambut dengan keceriaan kedatangan kami dari jarak beberapa meter.
Kehangatan penduduk seolah menawarkan dahaga, kala kami mulai menurunkan satu persatu barang bantuan yang hendak kami serahkan. Simpul senyum terpancar dari wajah-wajah lugu anak-anak itu, tak menampakan sedikit pun kedukaan yang mungkin tersimpan.
Mendapati hal yang sedemikian rupa, kami pun bahagia seraya membagikan satu persatu susu kotak dan makanan-makanan ringan lainnya ke tangan-tangan mungil mereka.
Kehangatan kian bertambah saat memasuki posko pengungsian Dusun Pendua Daya yang merupakan bagian dari wilayah Desa Sesait, Kecamatan Kayangan di Lombok Utara ini. Seorang ibu muda yang tentu kami belum kenal, tiba-tiba mengajak salah satu dari kami ke salah satu sisi posko untuk berbincang.
“Oh ini dari FPI ya. Perkenalkan saya seorang mualaf dari Papua, Pak. Alhamdulillah dapat jodoh orang sini.” Ujar ibu itu memperkenalkan diri tanpa menyebut nama kepada Muhammad Gerry yang terlibat perbincangan itu.
“Dulu saya benci sama FPI. Itu yang saya ketahui dari tayangan-tayangan televisi. Dan FPI selalu anarkis.” Lanjut Ibu itu. Dan Gerry hanya mengangguk sambil tersenyum.
“Iya Ibu, kami dari HILMI-FPI.” Balas Gerry kembali dengan senyuman.
“HILMI itu siapa?”
“Maaf ibu, HILMI itu bukan nama orang. Tapi kepanjangan dari Hilal Merah Indonesia. Dan HILMI itu anak organisasi FPI yang bertugas di bidang kemanusiaan. Dan tentunya di bawah komando Imam Besar kita, yaitu Al Habib Muhammad Rizieq Syihab, Bu… “ jelas Gery mencoba menerangkan.
“ Oh gitu ya Pak. Mantapnya FPI ya, beda sekali sama yang ada di berita. “ balas Ibu itu dengan bangga.
“ Iya Ibu, Alhamdulillah sekarang Ibu sudah tahu bahwa FPI itu tidak seperti apa yg diberitakan di tv atau media-media nakal. Dan inilah kegiatan FPI yang sesungguhnya. Yang tidak ada di dalam berita.” Ujar Gerry dengan tawa kecil.
“ Hehehe iya Pak, kalo FPI seperti ini jujur saya jadi cinta sama FPI, Pak…” ungkap Ibu itu agak terkekeh. Selang beberapa detik ia melanjutkan perbincangan.
“Hmmm, boleh saya minta bendera FPI nya Pak?”
“ Alhamdulillah dan terima kasih bila Ibu sudah jatuh cinta kepada FPI.”
“Untuk apa Bu benderanya?” tanya Gerry sedikit keheranan.
“Untuk saya pasang di depan rumah Pak. Biar orang tahu bahwa saya cinta FPI.”
Allahu Akbar! Seketika kalimat tauhid terlontar dari mulut Gerry menyambut semangat Ibu itu.
“Ya sudah, ini bendera FPI nya, Bu.”
“Allahu akbar… Terima kasih Pak. “ balas Ibu itu menyudahi perbincangan yang singkat itu.
Disambut pekikan kecil, Ibu itu pun bergegas menuju rumahnya dengan berlari-lari kecil sambil menggenggam panji putih milik FPI di tangan kanannya.
Dari kejauhan, Gerry dan rekan relawan lainnya mengamati. Ibu itu berusaha mengaitkan bendera ke sebuah bilah bambu yang merupakan tiang penyangga lampu tenda, di samping bekas rumahnya yang setengahnya telah menjadi puing.
Mungkin saking bersemangatnya, bendera itu sempat terbalik saat terpasang. Setelah diberitahu salah satu rekan relawan lainnya, panji kebesaran FPI itu pun sempurna terpasang kembali.
Sumber : MozaikHarokahFPI.com