Esensinews.com – Bank Indonesia (BI) mulai menerapkan aturan pembawaan uang kertas asing (UKA) pada 3 September 2018 mendatang.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 20/2/2018 tentang Pembawaan Uang Kertas Asing ke Dalam dan ke Luar Daerah Pabean Indonesia.
Dengan diberlakukannya aturan tersebut, kata Direktur Pengelolaan Devisa BI Hariyadi Ramelan, bank sentral tidak akan memberikan kelonggaran bagi siapa saja yang terbukti membawa UKA setara atau lebih dari Rp 1 miliar. Sanksi pun akan diterapkan kepada orang atau pihak yang melanggar ketentuan itu.
Pembawaan uang kertas asing setara atau lebih dari Rp 1 miliar hanya dapat dilakukan oleh lembaga berizin, seperti bank dan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank yang berizin dan memperoleh persetujuan BI aliasĀ money changer. Adapun sanksi yang dijatuhkan adalah denda 10 persen dari keseluruhan UKA yang dibawa.
Denda paling banyak yang dikenakan adalah setara Rp 300 juta.
“Denda akan dikenakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC),” kata Hariyadi pada acara pelatihan wartawan ekonomi BI di Manado, Sulawesi Utara, Jumat (24/8/2018).
Hariyadi menuturkan, denda tersebut akan masuk sebagai penerimaan kas negara. Ketentuan mengenai pembawaan UKA berlaku bagi perorangan maupun badan usaha.
Adapun denda bagi badan usaha berizin yang melanggar ketentuan ini adalah pencabutan izin usaha. Menurut dia, kebijakan ini bertujuan untuk menjaga permintaan dan penawaran valuta asing di pasar domestik.
Kebijakan ini pun diterbitkan untuk membenahi aspek teknis dan psikologis terkait penukaran dan kebutuhan valas di Tanah Air. Ia memberi contoh adalah peristiwa di mana masyarakat mengantre panjang di area money changer untuk menukar valas karena ada isu sensitif.
“Kemarin sempat kejadian dari aspek teknis dan psikologis. Masyarakat kita itu sangat sensitif kalau ada isu-isu yang sifatnya (sensitif), tahu-tahu banyak orang antre panjang di KUPVA mau beli dollar AS. hal ini secara teknis dan psikologis ini perlu dibenahi segera,” ungkap Hariyadi.
Sumber : Kompas.com