Esensinews.com – Sebuah langkah yang gentle ditunjukan Menteri Sosial Idrus Marham saat menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Sosial dan pimpinan Partai Golkar.
Hal ini diambil mantan Sekjen PG ini, menyusul KPK menetapkan dirinya sebagai tersangka kasus korupsi pada proyek pembangunan PLTU Riau I.
Surat pengunduran dirinya terbebut sudah disampaikan langsung kepada Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (14/8/2018).
“Yang pertama saya tadi menyampaikan bahwa sebagai bentuk pertanggungjawaban moral saya, maka saya mengajukan permohonan pengunduran diri sebagai Mensos kepada bapak Presiden,” tandas Idrus kepada wartawan usai menyampaikan surat tersebut.
Ditambahkan pria asal Makassar ini, ada beberapa pertimbangan yang membuatnya memutuskan intuk mundur, di antaranya untuk menjaga kehormatan Presiden, karena menurutnya selama ini Presiden dikenal sebagai pemimpin yang memiliki reputasi dan komitmen yang tinggi dalam pemberantasan korupsi.
Untuk itu dirinya berharap dengan keputusannya ini, kasus yang menjeratnya tak lagi menjadi beban bagi Presiden dalam menjalankan tugas pemerintahan dan juga tidak mengganggu konsentrasinya.
Idrus mengakui kalau dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, karena pada Kamis (23/8/2018) dirinya menerima surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) dari KPK.
“Kemarin sudah pemberitahuan dimulainya penyidikan. Namanya penyidikan sudah pasti tersangka,” ujarnya.
Dia juga mengaku akan taat pada hukum dan menjalani seluruh prosesnya di KPK.
“Sekaligus saya ingin berkonsentrasi ya mengikuti proses hukum yang ada di KPK sesuai aturan yang ada dan sebaik-baiknya,” terangnya.
Sementara KPK sebelumnya sudah beberapa kali memeriksa Idrus sebagai saksi kasus kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
Seperti diketahui KPK telah menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebagai tersangka dalam kasus ini. Eni ditangkap saat berada di rumah Idrus Marham, karena politisi Golkar itu diduga menerima suap sebesar Rp5 miliar.
Kasus ini pula ikut melibatkan petinggi PLN yakni Sofyan Basir yang merangkap sebagai direktur, dan bos Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.