Esensinews.com – Tokoh Indonesia di bidanng seni dan satra Willibrordus Surendra Broto Rendra, yang lebih dikenal dengan nama Rendra, dan dijuluki “Si Burung Merak”, pada 1967 mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta, yang merupakan salah satu grup teater terbesar.
Rendra meninggal dunia di Depok, Jawa Barat, 6 Agustus 2009, pada usia 73 tahun. Kepergiannya diperangati dengan acara ‘Rindu Rendra, Rakyat Belum Merdeka’. Sebuah acara yang diselenggarakan Komunitas Burung Merak Rendra bekerja sama dengan Nusantaranews.co dengan menggelar serangkaian acara dari mulai diskusi, pameran poster Rendra hingga pembacaan puisi.
“Saya banyak berutang budi pada Rendra,“ kata Rizal Ramli, sebagai pembicara dalam acara diskusi ‘Rindu Rendra, Rakyat Belum Merdeka’, di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, Jumat (17/8/2018).
Lelaki kelahiran Padang, Sumatera Barat, 10 Desember 1954, itu membeberkan, bahwa hati dan pikirannya Rendra itu sinkron, nyambung.
“Kelebihannya bukan hanya itu, juga dia bisa menerjemahkan pikiran dan perasaannya dalam sastra,” beber seorang mantan tokoh mahasiswa, pakar ekonomi dan politikus Indonesia, ini.
Rizal menyampaikan, banyak orang hanya menulis puisi, yang oleh Rendra dikatakan sebagai ‘penyair salon’, hanya keindahannya saja, hanya kembangnya saja, tidak ada isinya, tidak mengakar ke bumi.
Rendra selalu mencoba dengan karya puisi-puisinya yang mengakar ke bumi, sebagian pemberontakan terhadap kenyamanan, pemberontakan terhadap status quo,” ungkap mantan menteri keuangan Indonesia.
Menurut Rizal, negara Indonesia yang begitu kaya, subur dan makmur, tapi rakyatnya miskin. “Hal itu yang bisa dikatakan indikasi, bahwa rakyat kita belum merdeka, baik secara ekonomi, sosial maupun politik,“ terangnya.
Itu yang membuat Rendra gelisah, kata Rizal, yang juga membuat kita semua gelisah, karena dengan kekayaan alam semesta, semestinya Indonesia menjadi negara yang makmur, dan bahkan terkaya se-Asia.
“Rendra mengekspresikan kegelisahannya dalam puisi, sedangkan saya dalam bentuk lain, melalui perenungan dan pemikiran,“ paparnya.
Dia berharap, masyarakat dapat menangkap message-nya. “Puisi-puisi Rendra begitu kritis dalam mengkritik keadaan sosial masyarakat sekitar yang masih relevan sampai sekarang, “ tegasnya.
Mantan Menko Ekonomi ini menyebut, Indonesia tak perlu membutuhkan banyak orang yang ibarat buih di lautan. “Indonesia sudah cukup dengan orang yang hadir dalam diskusi ini kalau memang militan,“ pungkasnya.