Esensinews.com – Koalisi oposisi belum menentukan kandidat penantang Jokowi di Pilpres 2019. Meski Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto sudah melakukan pertemuan beberapa waktu lalu.
Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS masih terus melakukan penjajakan untuk menentukan siapa pasangan Pilpres yang bakal diusung.
Gerindra tetap menjagokan ketum Prabowo Subianto. Dari Demokrat ada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), PAN juga mendorong ketum Zulkifli Hasan untuk maju. Sementara PKS tetap mengunci di sembilan nama. Nama yang paling digadang ialah Ahmad Heryawan.
Kini, nama Anies Baswedan dan Gatot Nurmantyo pun muncul disebut sebagai jalan tengah kubu oposisi untuk melawan Jokowi. Anies dan Gatot bukan kader dari keempat parpol tersebut.
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center – Research and Consulting
Pangi Syarwi Chaniago menilai, mengusung Anies-Gatot bisa jadi jalan tengah. Asal keempat partai tersebut mengalah. Ini juga merupakan jalan supaya keempatnya bisa setara.
“Nah ditambah lagi pernyataan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) yang mengatakan kita tidak memaksakan AHY, tidaklah harga mati, itu sinyal yang kedua. Jadi memang peta baru lagi kalau seperti itu. Kalau kita lihat peta lama memang tidak ada kejutan kan, Prabowo-Aher, Prabowo-AHY, Prabowo-Zulhas. Tapi kalau peta baru bisa Gatot-Anies, begitu mengejutkan,” katanya saat seperri dilansir merdeka.com, Jumat (27/7/2018).
“Kalau baca peta baru berarti kemungkinan Prabowo enggak maju, tapi kalau peta lama kita baca, Prabowo-AHY atau Prabowo-Ahmad Heryawan atau Prabowo Zulhas misalnya itu peta lama,” sambungnya.
Selain pernyataan SBY yang menyebut AHY bukan harga mati sebagai cawapres, PAN juga dinilai Pangi tidak memaksakan Zulkifli Hasan. Kader PAN pun sering terdengar menyebut nama Gatot dan Anies sebagai capres alternatif. Tinggal dari Gerindra dan PKS mau kompromi mengalah atau tidak.
Pangi juga menyebut kehadiran Demokrat paling mendominasi koalisi penantang Jokowi ini. Artinya bila Demokrat lebih dominan, maka mundurnya Prabowo sebagai capres bisa terjadi. Sehingga koalisi ini bisa memunculkan peta baru memasangkan figur lain.
“Tapi masuknya Demokrat itu memperlemah posisi PKS. Dan memperkuat posisi Demokrat. Seolah olah terjadi belakangan seolah olah Demokrat memimpin koalisi ini kan, kesannya pak SBY terlalu dominan dan menonjol dibanding pak Prabowo, nah sinyal (peta baru) itu ketika Prabowo lemah,” terang Pangi.
Namun Pangi menilai, Gerindra dan PKS sulit legowo bila memunculkan peta baru mengusung pasangan lain. Sebab keduanya tidak mendapatkan coat tail effect di Pemilu 2019 nanti. Kendati demikian, ia menilai kesepakatan baru ini bisa terbentuk.
“Tapi kalau petanya baru itu belum tentu (Geindra PKS tidak mau mengalah) karena ada equality, kesetaraan. Peta baru itu sepanjang Gerindra mengalah, Demokrat mengalah, PKS mengalah, PAN mengalah jadi. Tapi kalau enggak, gak bakal,” ucapnya.
Pangi juga yakin dana logistik tidak masalah bila peta baru terjadi dan memasangkan kader non partai politik di Pilpres.
“Partai itu kan logistik nya udah banyak lah, mereka iuran kader partai aja besar sekali, kalau partai itu sebenarnya tidak bicara soal logistik,” tutupnya.
Editor : Ody