Esensines.com – Nur Alam politisi Partai Amanat Nasional (PAN) yang terlibat korupsi dalam penyalagunaan kekuasaan ssst melakukan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
Dan negara di rugikan sebesar Rp 1,5 triliun. Saat sidang pembacaan tuntutan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman terhadap mantan Gubernur Sulawesi Tenggara tersebut. Hukumannys diperberat dari 12 tahun menjadi 15 tahun penjara.
Bahkan Nur Alam juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar.
“Menerima permintaan banding jaksa penuntut umum dan mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta,” ujar Kepala Humas Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Johanes Suhadi seperti dilansir kompas.com Jumat (20/7/2018).
Lima anggota majelis hakim saat membacakan kutusan ipada 12 Juli 2018, Adapun, ketua majelis hakim dalam putusan banding ini adalah hakim tinggi Elang Prakoso Wibowo.
Selain itu, Nur Alam harus membayar uang pengganti pada kepuitusan pengadilan tingkat pertama yakni Rp 2,7 miliar.
Bukan itu saja, pengadilan mencabut hak politik Nur Alam selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pidana. Sebelum sidang ini, dia telah divonis 12 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Menurut majelis hakim, Nur Alam terbukti menyalahgunakan wewenang selaku Gubernur dalam
Kemudian, Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Nur Alam terbukti merugikan negara sebesar Rp 1,5 triliun. Menurut majelis hakim, perbuatan melawan hukum tersebut telah memperkaya dirinya sebesar Rp 2,7 miliar.
Lantas ia, memperkaya korporasi, yakni PT Billy Indonesia sebesar Rp 1,5 triliun.
Bahkan, Nur Alam dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp 40,2 miliar dari Richcorp International Ltd. Dalam kasus ini Jaksa menyebut uang dari Richcorp itu ada kaitan dengan perizinan yang dikeluarkan terhadap PT AHB.
Adapun, hasil penjualan nikel oleh PT AHB dijual pada Richcorp International. Menurut jaksa, karena bukan dari sumber yang sah, maka uang tersebut harus dianggap sebagai suap.
Nur Alam dinilai terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Editor : Divon