Partai pendukung pemerintahan Jokowi-JK dan Partai Oposisi dinilai mempunyai kelemahan masing-masing.
“Dari sisi pemerintah, salah satu kelemahannya adalah situasi ekonomi. Kalau berkembang menjadi lebih buruk maka itu menjadi kelemahan politik. Terutama ekonomi yang berkaitan langsung dengan masyarakat misalnya soal harga dan lapangan kerja,” jelas Direktur Eksekutif SMRC, Djayadi Hanan di Jakarta, Rabu (4/7/2018).
Sementara itu, kata Djayadi, kelemahan dari oposisi pemerintah adalah susah menemukan kandidat alternatif.
“Kalau mereka mencalonkan kembali pak Prabowo, harus memikirkan apa yang membuatnya berbeda supaya menang,” lanjut dia.
Ia juga menyampaikan fakta semakin menguatnya kekuatan partai-partai koalisi, seperti Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
“Terjadi penguatan oposisi di sejumlah daerah. Gerindra dan PKS di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara. Kami melihat apa yang terjadi di Jabar dan Jateng itu dalam sebulan terakhir terjadi penguatan kandidat yang didukung oleh oposisi. Militansi PKS dan Prabowo sangat berpengaruh. Kalau di Sumut sejak awal,” katanya.
Terkait peta politik jelang pilpres, ia mengaku tidak bisa memetakan secara jelas. “Selain koalisi pilkada yang mix, kita sulit mengatakan yang mana partai pemenang,” ucap dia.
Menurutnya, jika dilihat dari partai politik maka kita belum mempunyai peta baru.
Selain itu, kata dia, partai hanya salah satu saja yang menopang kemenangan dan kekalahan dalam pilkada. Yang jadi penentuan adalah kekuatan kandidat.
Ia mencontohkan kemenangan Nurdin Abdullah di Sulawesi Selatan. “Nurdin ditopang oleh partai yang selama ini kalah di Sulawesi Selatan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, yang menjadi penentu untuk memenangkan pertarungan adalah figur.
Djayadi hadir bersama Andreas Pareira, DPR RI Fraksi PDIP, Wihadi Wiyanto, DPR RI Fraksi Gerindra dalam diskusi “Menakar Kekuatan Koalisi Pemerintah vs Koalisi Oposisi Pasca Pilkada Serentak” yang diselenggarakan Vox Point Indonesia di Jakarta.