Oleh : Putera Alam
Di grup WA relawan- relawan Jokowi dan Marhaenis, para relawan sudah panik. Megawati dan PDIP mulai dihujat karena jumawa, tidak membasis, dan sebagainya.
Bahkan Eko Sulistyo (Deputi KSP) pun mulai dibully waktu ngeshare sebuah berita optimis opininya (https://m.detik.com/news/berita/d-4086982/ksp-hasil-sementara-pilkada-buat-peta-jokowi-di-2019-makin-jelas). Biasanya Mas Eko ini bagaikan dewa, setiap opininya selalu benar di mata relawan. Intinya para relawan tidak yakin dgn kekuatan poros Jokowi di Pilpres 2019.
Sementara grup-grup WA oposisi, yang banyak kader Gerindra, juga lebih banyak terdiam atas hasil pilkada kemarin. Mungkin karena melihat partainya di posisi buncit dalam kemenangan pilkada serentak, dan yang terpenting: gagal total di 3 provinsi besar di Jawa.
Melihat kondisi politik yang berkembang, Akankah Prabowo mengurunkan niatnya nyapres di 2019?
Apakah dari dua situasi di atas, ketidak yakinan kubu Jokowi dan keraguan kubu Prabowo, artinya masyarakat berharap calon alternatif? Saya sih berharap demikian.
Kemudian satu fakta yg menarik dari pilwako Makassar, 1 dari 16 pilkada yang hanya diikuti calon tunggal vs kotak kosong, ternyata hasilnya menangkan kotak kosong. Akibatnya dua tahun lagi, menurut Depdagri, pilkada di Makassar harus diulang.
Padahal kita tahu Makassar adalah basis kekuatan Jusuf Kalla. Dan calon tunggal tersebut pun masih keluarga JK. Apakah ini berarti akhir dari kejayaan dinasti politik JK di daerah asalnya?
Fenomena calon tunggal vs kotak kosong adl akibat dr diberlakukan persyaratan dukungan parpol ambang batas 20% parlemen di Pilkada. Untuk daerah-daerah yang kuat oligarkis pemodal-politisi nya (seperti di Makassar dan 15 daerah lain), maka fenomena ini menjadi terwujud. Bukan tidak mungkin bila pilpres 2019 terwujud calon tunggal, akan menjadi seperti di Makassar, dapat kalah dari kotak kosong dan kemudian diulang.
Semoga hakim-hakim MK terbuka mata dan hatinya, dan akan meloloskan gugatan penghapusan ambang batas pilpres. Demi memunculkan calon alternatif yg diharapkan masyarakat.
Karena apabila masyarakat sudah rindu dengan alternatif, tapi saluran demokrasi tetap dipersulit, sehingga muncul calon yang itu-itu?saja dan bahkan calon tunggal, bukan tidak mungkin nanti masyarakat akan menjawab dengan : amok.